Music

The Music is the Focus

Jakarta menyambut hadirnya Cotton Club sebagai sebuah nama legendaris dalam sejarah musik Jazz

Tempat baru yang menyajikan musik Jazz di Jakarta memang langka. Selain Black Cat yang sudah hadir cukup lama, beberapa pemusik Jazz lokal sewaktu-waktu tampil di beberapa tempat di Kemang. Selain itu penggemar Jazz agaknya harus menunggu gelaran seperti Java Jazz untuk menikmati musisi luar. Hadirnya Cotton Club di Jakarta pastinya menjadi kabar gembira bagi penggemar Jazz karena memang mengkhususkan diri dalam menampilkan musik Jazz.

Cotton Club adalah nama yang cukup legendaris karena didirikan tahun 1923 pada masa prohibition di New York. Perjalanan sejarahnya kemudian cukup panjang, hingga pada akhirnya dibuka Cotton Club di Tokyo Jepang pada tahun 2005. Cotton Club Tokyo berada di bawah satu manajemen dengan Blue Note Club yang terlebih dahulu menjadi klub Jazz yang cukup tersohor di Tokyo. Cotton Club Tokyo menjadi tempat berkumpulnya para eksekutif serta pencinta musik yang bisa menikmati serangkaian warna musik, mulai Jazz, Soul, R&B, Afro-Cuban, Brazilian, Hawaiian, African, serta A&R. Dan tahun 2015 ini menjadi satu tonggak sejarah baru dengan hadirnya Cotton Club Jakarta yang berlokasi di Fairmont Jakarta lantai 3, bersebelahan dengan kompleks Plaza Senayan. Sekalipun berlokasi di Fairmont, hotelnya bukan pengelola Cotton Club Jakarta.

Sebagai perkenalan, selama satu minggu dari tanggal 27 Juli hingga 2 Agustus lalu telah digelar special pre-view, yang selain untuk undangan juga sudah bisa dikunjungi oleh umum. Dari tanggal 27-29 tampil Hiromi The Trio Project, dan dari tanggal 30 Juli hingga 2 Agustus sedianya akan tampil McCoy Tyner & Joe Lovanod dengan masing-masing dua show setiap malamnya. Namun sayangnya karena alasan kesehatan, show McCoy Tyner & Joe Lovanod harus dibatalkan. Saat special preview ini memang ada beberapa elemen, terutama di dekor ruangan, yang belum siap 100%. Namun secara garis besar konsep dari Cotton Club sudah jelas.

Jika namanya diberi tambahan Club, jangan langsung berasumsi ini adalah tempat untuk hangout sambil mendengar musik Jazz. Jazznya sudah benar, namun Cotton Club bukanlah tempat untuk hangout. Dari segi interiornya penggunaan kursi dan meja makan lebih memberi kesan sebuah resto. Bahkan dengan kursi besi tanpa sandaran dan meja yang hanya cukup untuk dua orang kesan pengaturannya malah lebih mirip kantin. Jangan juga cari sofa. Hanya ada beberapa tempat duduk yang lebih mirip bangku panjang menghadap meja makan, yang pastinya juga bukan untuk sambil bersantai. Seperti pada saat preview, nantinya juga hanya ada pertunjukan musik yang berjadwal, yang pada saat preview digelar dua show setiap malam. Pengunjung harus membeli tiket untuk satu show. Harga tiket yang saat preview dijual dengan harga Rp. 1,25 juta hanya untuk shownya saja, dan tidak termasuk minuman dan makanan. Saat sebelum show dimulai pengunjung bisa memesan makanan dan minuman hingga show berlangsung. Makanan yang nantinya disajikan agaknya cukup unik karena merupakan hidangan French based fusion dengan rasa Jepang dan Italia. Sayangnya saat preview, hidangan seperti itu belum tersedia. Usai show, pengunjung harus meninggalkan tempat, kecuali memang ingin membeli tiket untuk show kedua. Selain show yang terjadwal itu, Cotton Club juga tidak menghadirkan Home Band misalnya untuk mengisi jeda antar show. Konsep inilahyang sepertinya membutuhkan sosialisasi, secara biasanya tempat seperti ini sekaligus menjadi tempat untuk bersantai. Ketika ditanyakan pada salah satu pengelola Cotton Club mengenai konsep ini, jawabannya adalah bahwa di Jepang juga begitu dan yang dipentingkan di Cotton Club memang shownya. Jadi kalau sudah beli tiket, dan tidak mau makan atau minun, tidak masalah.

Mudah-mudahan konsep "hanya untuk show" yang masih unik ini akan bisa diterima dengan oleh para penggemar Jazz Indonesia, termasuk harga show yang memang cukup tinggi, sehingga pastinya hanya terbatas pada kalangan tertentu. Bagaimanapun juga kehadiran Cotton Club perlu disambut baik diantara langkanya tempat Jazz dan membawa Jakarta dalam jajaran kota yang bisa menyajikan hiburan musik Jazz kelas dunia.